Monday, October 21, 2013

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak pada komunikasi massa

Advertisement
Seperti yang telah diuraikan pada posting sebelumnya, model jarum hipodermis menunjukkan kekuatan media massa yang perkasa untuk mengarahkan  dan membentuk perilaku khalayak. Dalam kerangka behaviorisme, media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan, atau proses imitasi ( belajar sosial ). Khalayak sendiri dianggap sebagai kepala kosong yang siap untuk menampung seluruh pesan komunikasi yang dicurahkan kepadanya ( Dervin, 1981 : 74 ). Pesan komunikasi dianggap sebagai " benda " yang dilihat sama, baik oleh komunikator maupun komunikate. Model peluru, mengasumsikan semua orang memberikan reaksi yang sama terhadap pesan.

Realitas tidaklah sesederhana dunia kaum behavioris. Efek lingkungan berlainan pada orang yang berbeda. Munculnya psikologi kognitif yang memandang manusia sebagai organisme yang aktif mengorganisasikan stimuli, perkembangan teori kepribadian, dan meluasnya penelitian sikap mengubah potret khalayak. Khalayak terdiri dari individu-individu yang menuntut sesuatu dari komunikasi yang menerpa mareka. Dengan kata lain, mereka harus memperoleh sesuatu dari manipulator jika manipulator itu ingin memperoleh sesuatu dari mereka. Terjadilah tawar-menawar. Khalayak dapat membuat proses tawar-menawar yang berat ( Davison, 1959 : 360 ).

Raymond A. Bauer juga mengkritik potret khalayak sebagai robot yang passif. Ia bahkan menyebut khalayak yang kepala batu ( obstinate audience ), yang baru mengikuti pesan bila pesan itu menguntungkan mereka. Komunikasi tidak lagi bersifat linear, tetapi merupakan transaksi. Media massa memang berpengaruh, tetapi pengaruh itu disaring, diseleksi, bahkan mungkin ditolak sesuai dengan faktor-faktor personal yang mempengaruhi reaksi mereka. Adegan kekerasan dalam televisi dapat mengilhami seseorang yang sedang dongkol untuk menyerang musuhnya tetapi adegan yang sama menimbulkan semangat polisi untuk membekuk penjahat. Untuk kebanyakan orang, adegan kekerasan itu hanya dilihat sebagai hiburan saja ( tidak lebih dari itu ). Kita akan melihat faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi khalayak ini dengan mengulas secara sepintas penjelasan Melvin DeFleur dan Sandra Ball-Rokeach tentang teori-teori komunikasi dan pendekatan motivasional dari model uses and gratification.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak pada komunikasi massa

Teori DeFleur dan Ball-Rokeach tentang pertemuan dengan media

DeFleur dan Ball-Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan tiga kerangka yaitu : perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan perspektif hubungan sosial.

Perspektif perbedaan invidual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Setiap orang mempunyai potensi biologis. Pengalaman belajar, dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan pengaruh media massa yang berbeda pula.

Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial. yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama. Golongan sosial berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, tempat tinggal, dan keyakinan beragama menampilkan kategori respons. Anggota-anggota kategori tertentu akan cenderung memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respons kepadanya dengan cara yang hampir sama pula.

Perspektif hubungan sosial menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Informasi bergerak melewati dua tahap.Tahap pertama, informasi bergerak pada sekelompok individu yang relatif lebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Tahap kedua, informasi bergerak dari orang-orang pemuka pendapat dan kemudian melalui saluran-saluran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam hal informasi.

Secara singkat, berbagai faktor akan mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Faktor-faktor ini meliputi organisasi personal-psikologis individu seperti potensi biologis, sikap, nilai, kepercayaan, serta bidang pengalaman ( kelompok-kelompok sosial di mana individu menjadi anggota, dan hubungan-hubungan interpersonal pada proses penerimaan, pengelolaan, dan penyampaian informasi ). Untuk memperjelas kesimpulan ini, ambillah contoh penggunaan media. Diduga orang yang berpendidikan rendah jarang membaca surat kabar, tetapi sering menonton televisi. Eksekutif dan kaum bisnis menyenangi rubrik niaga dalam surat kabar atau majalah. Telah diteliti bahwa kelompok menengah ( middle class ) cenderung menyukai acara pendidikan, berita, dan informasi. Contoh-contoh ini telah membawa kita pada model uses and gratification.

Pendekatan Motivasional dan Uses and Gratification

Apa yang mendorong kita menggunakan media ? Mengapa kita senang acara X dan membenci acara Y ? Bila anda kesepian, mengapa anda lebih senang mendengarkan musik klasik daripada membaca novel ? Apakah media massa berhasil memenuhi kebutuhan kita ? Inilah diantara sekian banyak pertanyaan yang berkenaan dengan uses and gratification.

Menurut para pendirinya ( Elihu Katz, Jay G. Blumer, dan Michael Gurevitch ), uses and gratification meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan ( keterlibatan pada kegiatan lain ) dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain. Mereka juga merumuskan asumsi-asumsi dasar dari teori ini yaitu :

1. Khalayak dianggap aktif, artinya sebagian dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.
2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah bagian dari rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung kepada perilaku khalayak yang bersangkutan.
4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan khalayaknya, artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.

Model uses and grification memandang individu sebagai mahluk suprarasional dan sangat selektif. Ini memang mengandung kritik. Tetapi yang jelas, dalam model ini bergeser dari proses pengiriman pesan ke proses penerimaan pesan.

Motif Kognitif dan Gratifkasi Media

Pada kelompok motif kognitif yang berorientasi pada pemeliharaan keseimbangan, McGuire menyebut empat teori yaitu :

1. Teori konsistensi, memandang manusia sebagai mahluk yang dihadapkan pada berbagai konflik. Konflik itu mungkin terjadi di antara beberapa kepercayaan yang dimilikinya, atau di antara beberapa hubungan sosial, atau diantara pengalaman masa lalu dan masa kini.

Dalam suasana konflik, manusia resah dan berusaha mendamaikan konflik itu dengan sedapat mungkin mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan rasionalisasi, atau melemahkan salah satu kekuatan penyebab konflik. Dalam hubungan ini, komunikasi massa mempunyai potensi untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologi individu. Tetapi pada saat yang sama, karena individu mempunyai kebebasan untuk memilih isi media, media massa memberikan banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan akan konsisitensi.Komunikasi massa kadang-kadang lebih efektif daripada komunikasi interpersonal, karena melalui media massa orang menyelesaikan persoalan tanpa terhambat oleh gangguan seperti yang terjadi dalam situasi komunikasi interpersonal.

2. Teori atribusi, memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Ia mencoba menemukan apa menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respons yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu. Komunikasi massa memberikan validasi atau pembenaran pada teori kita dengan penyajian realitas yang disimplifikasikan, dan didasarkan stereotip. Media massa sering menyajikan kisah-kisah ( fiktif atau aktual ) yang menunjukkan bahwa yang jahat selalu kalah dan kebenaran selalu menang. Beberapa kelompok yang mempunyai keyakinan yang menyimpang dari norma yang luas dianut masyarakat akan memperoleh validasi dengan membaca majalah atau buku dari kelompoknya. Orang-orang lesbian atau homoseks yakin akan perilakunya bukanlah pemyimpangan karena membaca buku atau majalah yang mendukungnya.

3. Teori kategorisasi, memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya. Untuk setiap peritiwa sudah disediakan tampat dalam prakonsepsi yang dimilikinya. Dengan cara itu individu menyederhanakan pengalaman, tetapi juga membantu mengkoding pengalaman dengan cepat. Menurut teori ini orang memperoleh kepuasan apabila sanggup memasukkan pengalaman dalam kategori-kategori yang sudah dimilikinya, dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya. Pandangan ini menunjukkan bahwa isi komunikasi massa yang disusun berdasarkan alur-alur cerita yang tertentu, dengan mudah diasimilasikan pada kategori yang ada.

4. Teori objektifikasi, memandang manusia sebagai mahluk yang pasif, yang tidak berpikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan konsep-konsep tertentu. Teori ini menyatakan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari perilaku yang tampak. Kita menyimpulkan bahwa kita menyenangi satu acara televisi karena kita sering menontonnya. Teori objektifikasi menunjukkan bahwa terpaan isi media dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk menafsirkan atau mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas, untuk mengatribusikan perasaan-perasaan negatif pada faktor-faktor eksternal, atau memberikan kriteria pembanding yang ekstrem untuk perilakunya yang kurang baik.

Keempat teori di atas ( konsistensi, atribusi, kategorisasi, dan objektifikasi ) menekankan aspek kognitif dari kenutuhan manusia, yang bertitik tolak dari individu sebagai mahluk yang memelihara stabilitas psikologisnya. Empat teori kognitif berikutnya ( otonomi, stimulasi, teleologis, dan utilitarian ) melukiskan individu sebagai mahluk yang berusaha mengembangkan kondisi kognitif yang dimilikinya.

1. Teori otonomi, melihat manusia sebagai mahluk yang berusaha mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom ( teori ini dikembangkan oleh psikolog-psikolog mazhab humanistik ). Dalam kerangka teori ini, kepribadian manusia berkembang melewati beberapa tahap sampai ia memiliki makna hidup yang terpadu.

2. Teori stimulasi, memandang manusia sebagai mahluk yang " lapar stimuli " yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya.

3. Teori teleologis, memandang manusia sebagai mahluk yang berusaha mencocokkan persepsinya tentang situasi sekarang dengan representasi internal dari kondisi yang dikehendaki. Teori ini menggunakan komputer sebagai analogi otak. Dalam kerangka teori ini media massa merupakan sumber pemuasan kebutuhan yang subur. Isi media massa sering memperkokoh moralitas konvensional dan menunjukkan bahwa orang yang berpegang teguh kepadanya memperoleh ganjaran dalam hidupnya.

4. Teori utilitarian, memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam teori ini, hidup dipandang sebagai satu medan yang penuh tantangan, tetapi juga yang dapat diatasi dengan informasi yang relevan.

Motif afektif dan gratifikasi media

Motif afektif ditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika yang menggerakkan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Seperti di atas, kita akan memulai dengan motif-motif yang ditunjukkan untuk memelihara stabilitas psikologis dan motif-motif yang mengembangkan kondisi psikologis. Pada kelompok pertama kita masukkan teori reduksi tegangan, teori ekspresif, teori egodefensif, dan teori peneguhan. Pada kelompok kedua kita memasukkan teori penonjolan, teori afiliasi, teori identifikasi, dan teori peniruan.

Teori reduksi tegangan, memandang manusia sebagai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurangan tegangan. Manusia dipandang sebagai mahluk yang mencoba mencapai suasana " nirwana ". Orang berusaha menghilangkan atau mengurangi tegangan dengan mengungkapkannya. Tegangan emosional karena marah berkurang setelah kita mengungkapkan kemarahan itu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut kerangka teori ini, komunikasi massa menyalurkan kecenderungan destruktif manusia dengan menyajikan peristiwa-peristiwa atau adegan kekerasan. Menurut teori ini, penjahat mungkin tidak jadi melepaskan dendamnya setelah puas menyaksikan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh seorang jagoan dalam film di televisi.

Teori ekspresif, menyatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan eksistensi dirinya ( menampakkan perasaan dan keyakinannya ). Latihan yang berat untuk memperoleh keterampilan fisik misalnya, terasa menynangkan karena memberikan tantangan untuk menunjukkan kemampuan diri. Komunikasi massa mempermudah orang untuk berfantasi melalui identifikasi dengan tokoh-tokoh yang disajikan sehingga orang secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya.

Teori egodefensif, beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan kita berusaha untuk mempertahankan citra diri ini serta berusaha hidup sesuai dengan diri dan dunia kita. Teori ini memberikan penjelasan mengapa terjadi perhatian selektif atau pemberian makna terhadap pesan komunikasi yang mengalami distorsi. Dari media massa kita memperoleh informasi untuk membangun konsep diri kita, pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang sifat-sifat manusia dan hubungan sosial. Bila kita merumuskan konsep-konsep tersebut, komunikasi massa membantu memperkokoh konsep itu.

Teori peneguhan, memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu. Menurut kerangka teori ini, orang menggunakan media massa karena mendatangkan ganjaran berupa informasi, hiburan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya.

Teori Penonjolan ( assertion ), memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengembangkan seluruh potensinya untuk memperoleh penghargaan dari dirinya dan dari orang lain. Manusia ingin mencapai prestasi,sukses, dan kehormatan. Masyarakat dipandang sebagai suatu perjuangan di mana setiap orang ingin menonjol dari yang lain.

Teori afiliasi ( affiliation ), memandang manusia sebagai mahluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain. Ia ingin memelihara hubungan baik dalam hubungan interpersonal dengan saling membantu dan saling mencintai. Dalam hubungannya dengan gratifikasi media, banyak sarjana ilmu komunikasi yang menekankan fungsi media massa dalam menghubungkan individu dengan individu lain. Tidak jarang isi media massa juga dipergunakan orang sebagai bahan percakapan dalam membina interaksi sosial. Di samping itu, media massa juga dapat menjafi sahabat akrab bagi khalayaknya yang setia.

Teori identifikasi, melihat manusia sebagai pemain peranan yang berusaha memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya. Kepuasan diperoleh bila orang memperoleh identitas peranan tambahan yang meningkatkan konsep dirinya.

Teori peniruan ( modeling theories ), hampir sama dengan teori identifikasi. Teori peniruan memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengembangkan kemampuan efektifnya. Tetapi, berbeda dengan teori identifikasi, teori peniruan menekankan orientasi eksternal dalam pencarian gratifikasi. Di sini, individu dipandang secara otomatis cenderung berempati dengan perasaan orang-orang yang diamatinya dan meniru perilakunya. Komunikasi massa menampilkan berbagai model untuk ditiru oleh khalayaknya. Media cetak mungkin menyajikan pikiran atau gagasan yang lebih jelas dan lebih mudah dimengerti daripada yang dikemukakan oleh orang-orang biasa dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah melacak berbagai teori motivasi, kita dapat menyimpulkan bahwa orang menggunakan media massa karena didorong oleh beraneka ragam motif. Menurut "aliran" uses and gratification, perbedaan motif dalam kensumsi media massa menyebabkan kita bereaksi pada media massa secara berbeda pula. Lebih lanjut ini berarti bahwa efek media massa juga berlainan pada setiap anggota kha;ayaknya. Kepada pencari informasi, media massa diduga mempunyai efek kognitif yang menguntungkan. Kepada pencari identitas, media massa mungkin menimbulkan efek efektif yang mengerikan. Kepada pencari model, media massa mungkin mendorong perilaku yang meresahkan.

Psikologi Komunikasi
Share this article to your friends :
DMCA.com Protection Status

0 comments: