Advertisement
Wilbur Schramm ( 1977 : 13 ) mendefenisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan altarnatif dalam situasi. Misalkan, seorang insinyur genetis datang dan memberitahu bahwa mahluk itu adalah "Chimera", hasil perkawinan gen manusia dengan gen monyet. Ketidakpastian anda berkurang, dan alternatif tindakan yang harus anda lakukan juga berkurang. Bila setelah anda tanyakan, mahluk itu ternyata jinak dan cerdas, maka makin sedikit alternatif tindakan anda. Sekarang realitas di depan anda bukan lagi realitas tak berstruktur. Informasi yang anda peroleh telah menstruktur atau mengorganisasikan realitas. Realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Gambaran tersebut lazim disebut citra ( image ).
Pembentukan dan Perubahan Citra
Citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Buat khalayak, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau meredefinisikan citra.
Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Dunia ini terlalu luas untuk kita masuki semuanya. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik, televisi menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indera kita, surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat gejala-gejala yang terjadi saat ini di seluruh penjuru bumi, film menyajikan pengalaman imajiner yang melintas ruang dan waktu.
Erat kaitannya dengan penonjolan yang dilakukan media massa, Lazarsfeld dan Merton ( 1948 ) membicarakan fungsi media dalam memberikan status ( status conferral ). Karena namanya, gembarnya, atau kegiatannya dimuat oleh media, maka orang, organisasi, atau lembaga mendadak mendapat reputasi yang tinggi. Dalam jurnalistik dikenal pemeo " names make news ". Orang-orang yang tidak terkenal mendadak melejit namanya kerena ia diungkapkan besar-besaran dalam media massa. Orang yang terkenal sebaliknya perlahan-lahan akan dilupakan bila tidak pernah lagi dilaporkan media massa. Menurut Lazarsfeld dan Merton, tampaknya orang beranggapan, "Jika anda orang penting, anda akan diperhatikan media massa. dan jika anda diperhatikan media massa, pasti anda orang penting." Pemberian status ini tidak hanya berlaku pada orang, tetapi juga pada kelompok, lembaga, organisasi, tempat, dan juga topik atau issu.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat. Terjadilah apa yang disebut stereotip. Secara singkat, stereotip adalah gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi, atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise, dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dalam media massa Amerika, kelompok minoritas sering ditampilkan dalam stereotip yang merendahkan ; orang Negro bodoh, malas, dan curang; orang Indian liar dan ganas. Disinilah bahaya media massa terasa. Para kritikus sosial memandang komunikasi massa sebagai ancaman terhadap nilai dan rasionalitas manusia.
Menurut van den Haag dan kritikus sosial lainnya, media massa menimbulkan depersonalisasi dan dehumanisasi manusia. Media massa menyajikan bukan hanya realitas kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga "menipu" manusia; memberikan citra dunia yang keliru.
Mungkin ada orang yang menganggap tulisan para kritikus sosial itu terlalu pesimis. Tetapi benang merah yang menjalin seluruh titik itu dapat diterima, yakni media massa sering menampilkan lingkungan sosial yang tidak sebenarnya. Dengan cara itu, media massa membentuk citra khalayaknya ke arah yang dikehendaki media tersebut.
Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Pada saat yang sama, mereka sukar mengecek kebenaran yang disajikan media. Mula-mula anda mengira, di negara-negara jazirah Arab yang ada hanyalah kesalehan; sampai satu kali anda membaca sebuah surat kabar yang menceritakan tentang tempat-tempat maksiat di Bahrain. Anda harus menyusun kembali citra anda tentang negara-negara itu.
Agenda Setting
Agenda setting adalah kemampuan media massa untuk mempengaruhi apa yang dianggap penting oleh masyarakat. Kita telah menyinggung sedikit agenda setting pada salah satu postingan pada blog ini yaitu: "Sejarah Penelitian Efek Komunikasi Massa". Sudah kita sebut bahwa media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Media massa memang tidak menentukan "what to think", tetapi mempengaruhi "what to think about". Dengan memilih berita tertentu dan megabaikan yang lain, dengan menonjolkan satu persoalan dan mengesampingkan yang lain, media membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media massa.
Teori agenda setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, "gatekeepers" seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau issu diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian dan cara penonjolan. Bagaimana media massa menyajikan peristiwa, itulah yang disebut sebagai agenda media.
Kebanyakan penelitian agenda setting yang telah dilakukan berkenaan dengan issu-issu politik. Di Amerika, kandidat yang tidak disiarkan oleh media massa kecil kemungkinan untuk dipilh dalam pemilu. Begitu pula, masalah yang disembunyikan media jarang dibicarakan masyarakat. Bila media massa terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan menyampaikan informasi, kita juga dapat menduga media massa tertentu berperan juga dalam meyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik.
Efek Prososial Kognitif
Disini kita membicarakan bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Inilah yang kita sebut efek prososial. Bila televisi menyebabkan anda lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati anda tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial efektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau anda untuk menyumbang, lalu anda mengirimkan wesel pos ke surat kabar tersebut, maka terjadilah efek prososial behavioral.
Untuk mengulas tentang efek prososial kognitif, kita ambil contoh film televisi "Sesame Street" di Amerika Serikat. Film ini ditampilkan pertama kali pada tahun 1969. Dalam bahasa aslinya, film ini telah disiarkan di lebih 40 negara di luar Amerika Serikat. Saduran ke dalam bahasa Inggris telah disiarkan di 19 negara. Film ini dibuat dalam rangka mempersiapkan anak-anak prasekolah untuk mengembangkan keterampilan dalam : proses simbolik (seperti mengenal huruf, angka, bentuk-bentuk goemetris), organisasi kognitif (seperti diskriminasi perseptual, memahami hubungan di antara objek dan peristiwa, mengklasifikasikan, memilih, dan menyusun), berpikir dan memecahkan masalah, berhubungan dengan dunia fisik dan sosial.
Film " Sesame Street " dirancang oleh pendidik, psikolog, dan ahli media massa. Setelah diteliti secara mendalam, baik melalui penelitian lapangan maupun penelitian eksperimental, terbukti "Sesame Street" berhasil mempermudah proses belajar. Digabungkan dengan dorongan orang dewasa, efek prososial kognitif ini makin kentara. Siaran pendidikan televisi yang digabungkan dengan unsur hiburan, dan bukan hanya ceramah yang membosankan, telah berhasil menanamkan pengetahuan, pengertian, dan keterampilan. Banyak orang memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang bidang yang diminatinya dari berita dan pandangan yang ditampilkan dalam media massa. Majalah-majalah terutama majalah khusus yang diterbitkan untuk profesi atau kalangan tertentu telah menjadi sumber informasi dan rujukan bagi pembacanya. Buku sudah menjadi tempat penyimpanan memori peradaban manusia sepanjang zaman. Pada buku orang menyimpan pengetahuan, dan dari buku mereka memperoleh pengetahuan. Dalam perkembangan peradaban pengetahuan manusia, media massa apa pun telah memberikan kontribusinya.
Share this article to your friends :
di tunggu effekk afektif'a :D
ReplyDeletethanks sblumnya
Siipp..., :)
DeleteArtikel lainnya, Sobat +Muftiari Fadil bisa lihat pada menu contents pada blog ini.