Saturday, October 26, 2013

Efek Komunikasi Massa

Advertisement
Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan kepada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media pada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar atau televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita.Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa. Kita pernah terkejut mendengar beberapa orang remaja yang memperkosa anak kecil setelah menonton film porno disuatu tempat di Indonesia, atau beberapa orang pemuda berandal yang membakar seorang wanita di Boston setelah menyaksikan adegan yang sama pada film malam Minggu yang disiarkan televisi ABC. Pada saat yang sama, kita juga percaya bahwa surat kabar dapat menambah perbendaharaan pengetahuan kita sehingga kita masukkan koran ke desa, walaupun rakyat desa terkadang lebih memerlukan subsidi makanan yang bergizi. Kita menaruh perhatian pada peranan televisi dalam menanamkan metalitas pembangunan, sehingga kita bersedia meminjam uang untuk membali satalit komunikasi. Semuanya didasarkan pada asumsi bahwa komunikasi massa menimbulkan efek pada diri khalayaknya.

Waktu menjelaskan perkembangan penelitian efek komunikasi massa, kita telah melihat pasang-surut efek media massa pada pandangan peneliti. Ada suatu saat ketika media massa dipandang sangat berpengaruh, tetapi ada saat lain ketika media massa dianggap sedikit, bahkan hampir tidak ada pengaruhnya sama sekali.
Efek Komunikasi Massa
Perbedaan pandangan ini tidak saja disebabkan karena perbedaan latar belakang teoritis atau latar balakang historis, tetapi juga karena perbedaan mengartikan "efek". Misalkan, pesawat televisi masuk ke rumah Mang Ucup di salah satu desa terpencil di wilayah Indonesia. Apa yang kita sebut efek televisi ? Status sosial Mang Ucup yang lebih tinggi karena kehadiran pesawat televisi, kebiasaan tidur Mang Ucup dan keluarganya yang berubah, Bi Ucup yang mengganti abu merang padi dengan shampoo untuk mencuci rambutnya, si Ujang yang membuat pitol kayu dan menembak kucing dengan gaya Eric Estrada dalam film "Chips", atau si Nyai yang lebih senang menyanyikan lagu yang dinyanyikan Elvi Sukaesih di televisi daripada nazhom Hari Qiyamat yang diajarkan Bapak Kyai di mesjid.

Seperti dinyatakan Donald K. Robert ( Schramm dan Roberts, 1977 : 359 ), ada yang beranggapan bahwa efek hanyalah "perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa". Karena fokusnya pesan, maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa. Bila kampanye KB dalam televisi menyebabkan pirsawan menjadi akseptor, atau bila anjuran memelihara lingkungan dalam sebuah acara televisi yang diikuti oleh para penontonnya dengan penanaman pepohonan pada bukit tandus, barulah boleh kita berkata telah terjadi efek. Lalu, bagaimana dengan perubahan status  sosial Mang Ucup atau perubahan jadwal tidurnya karena kehadiran pesawat televisi ? Itu bukan efek, karena itu terjadi bukan akibat terpaan pesan, tetapi akibat adanya pesawat televisi. Siaran televisi di sini tidak dipersoalkan, bo;eh jadi "Laporan Pembangunan", "Pidato Pejabat", atau "Mimbar Agama". Yang jelas, apapun yang disiarkan, status Mang Ucup tetap meningkat dan shalat shubuhnya tetap kesiangan.

Tentu saja, membatasi efek hanya selama berkaitan dengan pesan media, akan mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa. Kita cenderung melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun dengan media itu sendiri.

Efek Kehadiran Media Massa

Menurut McLuhan, bentuk media saja sudah mempangaruhi kita. "The medium is the message", ujarnya. Mediun saja sudah menjadi pesan. Ia bahkan menolak pengaruh isi pesan sama sekali ( McLuhan, 1964 ). Yang mempengaruhi kita bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media jenis media komunikasi yang kita pergunakan ( interpersonal, media cetak, atau televisi ).

Teori McLuhan, disebut teori perpanjangan alat indera ( sense extension theory ), menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indera manusia. Telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Seperti Gatotkaca, yang mampu melihat dan mendengar dari jarak jauh, begitu pula manusia yang menggunakan media massa. McLuhan menulis, " Secara operasional dan praktis, medium adalah pesan. Ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media....media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia ".( McLuhan, 1964 : 23-24 ).

Walaupun kita tidak setuju sepenuhnya dengan McLuhan, ( misalnya bahwa isi pesan tidak mempengaruhi khalayak ) kita sepakat dengannya tentang adanya efek media massa dari kehadirannya sebagai benda fisik. Steven H. Chaffee menyebut lima hal yaitu efek ekonomis, efek sosial, efek pada penjadwalan kegiatan, efek pada penyaluran / penghilangan perasaan tertentu, dan efek pada perasaan orang terhadap media.

Efek ekonomis tidaklah menarik perhatian para psikolog ( memang itu bukan bidangnya ). Kita mengakui bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha ( produksi, distribusi, dan konsumsi "jasa" media massa ). Kehadiran surat kabar berarti menghidupkan pabrik yang mensuplai kertas koran, menyuburkan pengusaha percetakan dan grafika, memberi pekerjaan pada wartawan, ahli rancang grafis, pengedar, pengecer, pencari iklan, dan sebagainya. Kehadiran televisi, disamping menyedot energi litrik juga dapat memberi nafkah juru kamera, juru rias, pengarah acara, dan berbagai profesi lainnya. Dalam literatur ilmu komunikasi, hampir tidak pernah efek ekonomis ini diteliti atau diulas.

Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat kehadiran media massa. Sudah diketahui bahwa kehadiran televisi meningkatkan status sosial pemiliknya. Di pedesaan, televisi telah membentuk jaringan-jaringan interaksi sosial yang baru. Pemilik televisi menjadi pusat jaringan sosial, yang menghimpun di sekitarnya tetangga dan penduduk desa seideologi. Televisi telah menjadi sarana untuk menciptakan hubungan " patron-client " yang baru ( Suparlan, 1979 ). Efek sosial tampaknya lebih relevan dibicarakan oleh ahli sosiologi ketimbang ahli psikologi.

Yang menarik adalah efek ketiga ( Efek penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari ). Dalam penelitian tentang efek televisi pada masyarakat desa di Sulawesi Utara, Rusdi Muhtar ( 1979 ) melaporkan : "Sebelum ada televisi, orang biasanya pergi tidur malam sekitar pukul 8 dan bangun pagi sekali karena harus berangkat kerja di tempat yang jauh. Setelah ada televisi, banyak diantara mereka ( terutama muda-mudi ) yang sering menonton televisi hingga tengah malam, telah mengubah kebiasaan rutin mereka. Penduduk desa yang tua-tua mengeluh karena mereka merasa anak-anak mereka menjadi lebih malas dan lebih sukar bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Demikian pula, kebanyakan mereka tidak dapat bekerja seperti dulu ketika televisi belum masuk. Mereka cenderung berangkat ke ladang mereka lebih siang dan pulang lebih cepat ". Televisi telah mengubah kegiatan penduduk desa.

Itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Schramm, Lyle, dan Parker ( 1961 ) menunjukkan dengan cermat bagaimana kehadiran televisi telah mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film pada sebuah kota di Amerika ( mereka menyebutnya "Teletown" ). Penelitian yang hampir sama telah dilakukan di Inggris ( Himmelweit et al, 1958 ), Norwegia ( Werner, 1971 ), dan Jepang ( Furu, 1971 ). Semuanya menunjukkan gejala yang disebut Joyce Cramond ( 1976 ) sebagai " displacement effects " ( efek alihan ) yang ia definisikan sebagai " the reorganization of activities which takes place with the introduction of television; some activities may be cut down and others abandoned entirely to make time for viewing" ( reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televisi; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi ).

Efek alihan tertentu bukan hanya terjadi pada televisi saja. Kehadiran surat kabar, radio, video, CB, radio paging device, teminal komputer yang dihubungkan dengan pusat informasi, dan media komunikasi massa kontemporer lainnya dapat mereorganisasikan kegiatan khalayak. Surat kabar pagi akan menyebabkan pelanggan menyisihkan waktu membaca koran pada pagi hari, video recorder mengurangi frekuensi orang menonton film di bioskop, dan sebagainya.

Steven H. Chaffee menyebut dua efek lagi akibat kehadiran media massa sebagai obyek fisik yaitu hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu pada madia massa. Sering terjadi orang juga menggunakan media massa untuk menghilangkan perasaan tidak enak. Misalnya kesepian, marah, kecewa, dan sebagainya. Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikannya. Gadis yang kesepian memutar radio tanpa mempersoalkan programa yang disiarkan, pemuda yang kecewa menonton televisi dan kadang-kadang tanpa menaruh perhatian pada acara yang disajikan, atau orang yang marah masuk ke gedung bioskop hanya sekedar untuk menenangkan kembali perasaannya. Kehadiran media massa bukan saja menghilangkan perasaan, ia pun menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu.

Psikologi Komunikasi
Share this article to your friends :
DMCA.com Protection Status

1 comments:

  1. i want to find answers about the psychology of mass communication to mitem in rku 4

    ReplyDelete