Advertisement
Pembentukan dan Perubahan Sikap
Ketika Carl I Hovland meneliti pengaruh film pada kelompok angkatan bersenjata di Amerika, ia ingin mengetahui efek media massa dalam pembentukan dan perubahan sikap. Sayang sekali, penelitian ini hanya sampai di laboratorium. Selama bertahun-tahun setelah itu, seperti dinyatakan Walter Weiss ( 1969 : 101 ). “Kebanyakan penelitian yang biasanya dikutip dalam membicarakan efek komunikasi massa terhadap pendapat dan sikap, telah dilakukan dengan prosedur eksperimental yang mencakup penerpaan secara paksa khalayak terpilih pada komunikasi yang tunggal.” Hasil penelitian itu umumnya menunjukkan sedikit sekali bukti yang menunjukkan adanya efek media massa pada perubahan sikap.
Pada tahun 1960, Joseph Klapper melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prisip umum :
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, dan keanggotaan kelompok.
2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah ( agent of change ).
3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi dari pada “konversi” ( perubahan seluruh sikap ) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh ( Oskamp, 1977 : 149 ).
Mengapa para peneliti tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa ? Kegagalan ini dijelaskan para peneliti dengan berbagai dalih :
Pertama, diduga media massa sebenarnya efektif dalam mengubah sikap dan perilaku, tetapi alat ukur kita gagal untuk mendeteksi perubahan tersebut.
Kedua, terjadi terpaan selektif yang menyebabkan orang cenderung menerima hanya informasi yang menunjang konsepsi yang telah ada sebelumnya.
Ketiga, ketika kita mengukur efek media massa, kita mengukur efek yang saling menghapus. Dalam artian orang menerima bukan saja media massa yang mengkampanyekan hal tertentu, tetapi juga media yang menentang hal tersebut.
Keempat, media memang tidak menyebabkan orang beralih sikap, tetapi hanya memperkokoh kecenderungan yang sudah ada. Sehingga setiap pihak berusaha menghindari pindah ke pihak yang lain.
Kelima, umumnya kita mengukur efek media massa pada sikap-sikap politik yang didasarkan pada keyakinan yang dipegang teguh, bukan pada sikap yang berlandaskan keyakinan yang dangkal ( seperti sikap terhadap merek minyak wangi tertentu ).
Keenam, diduga mereka yang diterpa media massa adalah orang-orang yang lebih terpelajar, lebih tahu, dan juga lebih stabil dalam hal kepribadian, sehingga mereka menerima pesan media massa dengan gagasan yang sudah terumus lebih tegas.
Ketujuh, diduga media massa tidak berpengaruh langsung pada khalayak, tetapi melewati dulu pemuka-pemuka pendapat. Ini lazimnya disebut teori dua langkah ( two step flow ).
Kedelapan, media massa tidak mengubah pendapat, tetapi mempangaruhi penonjolan suatu issu diatas issu yang lain ( McGuire, 1969, III : 229-230 ).
Argumantasi kedelapan membawa kita pada hubungan yang erat antara efek kognitif komunikasi massa dengan efek afektif komunikasi massa. Cialdini, Petty, dan Cacioppo ( 1981 : 357-404 ) bahkan menunjukkan bahwa perhatian peneliti lebih terpusat pada respons-respons kognitif sebagai mediator efek sikap. Walaupun mereka melaporkan keadaan ini sebagai tinjauan penelitian sikap sampai tahun 1981, kita dapat melacak peranan struktur kognitif terhadap pembentukan sikap pada tulisan Solomon E. Asch ( 1952 : 563-564 ).
Menurut Asch, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif ( pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki ). Hubungan kita dengan mereka pasti didasarkan pada informasi yang kita peroleh tentang sifat-sifat mereka; atau dengan menggunakan istilah yang telah kita uraikan, sikap pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra kita tantang orang atau obyek tersebut. Bila kita mengetahui bahwa penyakit cacar disebabkan virus, kita akan bersikap positif pada vaksinasi; tetapi bila kita tahu cacar disebabkan mahluk halus, kita akan bersikap negatif pada usaha vaksinasi. Bila kita tahu pemerintah dipegang oleh orang-orang yang jujur, penuh dedikasi, dan selalu berorientasi pada kepentingan orang banyak, sukar bagi kita untuk bersikap negatif pada setiap program pemerintah. Sebaliknya, bila kita yakin pemerintah dikendalikan oleh koruptor yang mementingkan diri sendiri, sulit juga kita bersikap positif terhadap kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah. Asch menyimpulkan, “There can not therefore be theory of attitudes or of social action that is not grounded in an examination of their cognitive foundation.” ( Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitifnya. ) Secara singkat, sikap ditentukan oleh citra. Pada gilirannya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber informasi yang paling penting dalam kehidupan modern ialah media massa. Benar, media massa tidak mengubah sikap secara langsung. Media massa mengubah dulu citra, dan citra mendasari sikap.
Sesungguhnya, efek afektif bukan tidak pernah dibuktikan dalam penelitian ilmiah. Penelitian dalam bidang komunikasi publik, khususnya peranan media massa dalam sosialisasi politik, telah berulang kali menunjukkan korelasi yang berarti antara terpaan media massa dengan sikap-sikap politik. Sikap terhadap pemerintah,penolakan pada otoritas, kesenangan pada pemimpin Negara, sikap pada politisi erat berkaitan dengan terpaan televisi, radio, dan surat kabar. Charles K. Atkin ( 1981 : 229-328 ) meninjau berbagai literatur tentang komunikasi dan sosialisasi politik, lalu menyimpulkan : “This diverse collection of findings suggests that the mass media significantly influence some affective orientations, although the impact is not as great as for cognitive orientations.” ( Berbagai kumpulan penemuan menunjukkan bahwa media massa secara berarti mempangaruhi orientasi afektif, walaupun dampaknya tidak sebesar pada orientasi kognitif ).
Share this article to your friends :
0 comments:
Post a Comment