Monday, December 2, 2013

Rangsangan Seksual

Advertisement
Sejenis rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa. Bahan-bahan erotis dalam televisi, film, majalah, buku, dan sebagainya, biasanya disebut “ pornografi “. Karena istilah ini terlalu abstrak, beberapa orang ahli menggunakan istilah SEM ( sexually explicit meterials ) atau erotika ( Tan, 1981 : 231-242 ). Diduga oleh kebanyakan orang dan diyakini oleh sejumlah orang bahwa erotika merangsang gairah seksual, meruntuhkan nilai-nilai moral, mendorong orang gila seks, atau menggalakkan perkosaan. Di sini, kita mencoba menjawab pertanyaan : Betulkah erotika merangsang gairah seksual ?

The Commission on Obscenity and Pornography di Amerika Serikat mencoba menjawab pertanyaan di atas dengan penelitian yang cukup luas. Tahun 1971, laporannya diterbitkan dengan judul The Report of the Commission on Obscenety and Pornography. Di antara kesimpulan-kesimpulan penelitian itu dinyatakan bahwa terpaan erotika ( walaupun singkat ) membangkitkan gairah seksual pada kebanyakan pria dan wanita, disamping itu ia juga menimbulkan reaksi-reaksi emosional lainnya seperti : resah, implusif, agresif, dan gelisah.

Penelitian di atas merupakan proyek besar dan nasional. Hasilnya membenarkan anggapan kebanyakan orang bahwa materi erotika bukan hanya hiburan yang netral. Pornografi terbukti membangkitkan rangsangan seksual. Yang belum terjawab dalam penelitian itu sebenarnya bahkan yang paling menarik perhatian kita ialah mengapa orang bisa terangsang secara seksual oleh media erotika, padahal rangsangan seksual adalah hal yang biologis; pesan media massa yang bagaimana yang sangat merangsang; dan mengapa sepanjang zaman manusia selalu menyukai stimuli erotis.
Rangsangan Seksual
Stimuli erotis adalah stimuli yang membangkitkan gairah seksual ( internal dan eksternal ). Stimuli internal adalah perangsang yang timbul dari mekanisme dalam tubuh organisme, misalnya pada binatang ialah adanya perubahan hormonal pada bulan-bulan tertentu yang merupakan musim berkelamin. Stimuli eksternal adalah merupakan petunjuk-petunjuk ( cues ) yang bersifat visual, berupa bau-bauan ( olfactory ), sentuhan ( tactual ), atau gerakan ( kinesthetic ).

Pada manusia, stimuli seksual itu tidaklah sederhana seperti dalam dunia binatang. Stimuli eksternal bukan saja bersifat visual ( olfactory, tactual, kinesthetic ), tetapi juga intelektual. Walaupun tidak melihat obyek erotis, tidak menciumnya, tidak menyentuhnya, dan tidak bergerak ( seperti badak yang harus lari beberapa ratus meter sebelum sanggup melakukan hubungan seksual ), manusia dapat terangsang secara seksual. Obyek yang netral dapat berubah menjadi stimuli erotis hanya karena proses pelaziman atau peneguhan. Rachman ( 1966 ) telah sanggup mengubah sepatu menjadi stimuli erotik. Kepeda sekelompok subyek pria diperlihatkan slide sepasang sepatu hitam. Setelah itu, diperlihatkan slide lain yang menampilkan foto gadis cantik yang telanjang. Percobaan itu diulangnya berkali-kali, sehingga foto sepatu hitam itu sudah cukup membangkitkan gairah seksual. Generalisasi pun terjadi; subyek terangsang oleh gambar sepatu apa pun.

Karena proses pelaziman inilah maka apa saja yang ada di dunia bisa menjadi stimuli erotis ( saputangan, minyak wangi, buku tulis, tulisan, foto, atau lagu ). Dengan demikian, apa yang merangsang seseorang belum tentu merangsang anda. Minyak wangi yang membangkitkan gairah anda, malah menyebabkan beberapa orang lainnya merasa ingin muntah. Begitu pula, penampakan buah dada tidak menimbulkan gejolak apa-apa bagi kebanyakan saudara kita di Irian Jaya atau Bali. Pusar dan kulit perut tidak juga “aneh” buat penduduk Anak Benua India yang mengenal sari.

Selain pelaziman, manusia juga dapat terangsang karena imajinasi. Byrne dan Lamberth melakukan eksperimen untuk meneliti kekuatan beberapa stimuli erotis; imajinasi, cerita erotis, dan gambar-gambar erotis. Menurut dugaan anda, mana yang paling merangsang? Mengejutkan sekali, imajinasi hampir dua kali lebih merangsang daripada gambar ( slides ) dan cerita. ( Baron & Byrne, 1979: 462 )

Seringkali efek imajinasi ini dibantu oleh memori yang ada. Stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsangan yang berlainan bagi orang yang mempunyai pengalaman yang berbeda. Griffitt ( 1975 ) menunjukkan bahwa makin banyak pengalaman seksual seseorang, makin mudah ia terangsang oleh adegan adegan seksual. Terbukti pula bahwa pada wanita, hubungan antara pengalaman dan rangsangan itu sangat menonjol.

Karena pelaziman, imajinasi, dan pengalaman bermacam-macam, maka kita mengalami kesulitan untuk mendefinisikan pornografi atau media erotika. Pornografi tidak cukup didefinisikan sebagai gambar-gambar atau adegan-adegan yang merangsang, sebab rangsangan sangat tergantung pada orangnya. Tetapi beberapa orang peneliti telah menemukan foto-foto atau adegan-adegan yang secara universal menimbulkan rangsangan seksual yang kuat. Baron dan Byrne ( 1979 ) melaporkan : beberapa penelitian baik di Amerika maupun di Jerman, yang menunjukkan hal-hal tertentu. Misalnya, mereka mengutip penelitian Schmidt dan Sigusch yang menggunakan slides, sejak slides yang mengambarkan orang yang berciuman sampai coitus. Bebagai gambar ternyata menunjukkan tingkat rangsangan seksual yang berbeda.

Tegasnya, walaupun ada hal-hal yang relatif, telah disepakati juga ada materi erotis yang dapat merangsang setiap orang. Materi inilah yang sering ditampilkan dalam media massa dan disenangi orang banyak. Kaset video yang memutar film “blue”, majalah semacam Playboy atau Oui, novel-novel picisan yang “kotor”, masih tetap banyak dicari orang. Mengapa ?

Masih menurut Baron dan Byrne, erotika telah diungkapkan sejak masa kemanusian yang paling dini. Di gua-gua purba, nenek moyang telah melukiskan erotika. Pada candi-candi megah, erotika juga menonjol. Pada cerita “ Seribu Satu malam “, erotika belimpah. Di dunia modern, erotika menjadi komoditi yang laku. Minat orang pada erotika timbul karena beberapa motif, antara lain rasa ingin tahu dan aphrodisiac. Banyak orang mengenal seks pertama kalinya dari media erotika. Merekalah guru pertama yang mengajarkan anatomi tubuh lawan jenis, dan mungkin juga gerakan-gerakan seksual. Selain itu, media erotika juga berfungsi sebagai aphrodisiac ( pembangkit gairah seks ), baik buat merangsang fantasi sendiri maupun untuk merangsang orang lain. Apapun yang dilakukan, media massa memang dapat menjadi stimuli erotis eksternal.

Psikologi Komunikasi
Share this article to your friends :
DMCA.com Protection Status

0 comments: